PT. Transfood Melakukan PHK dan Merumahkan Hampir Seluruh Pekerjanya

Pres Releaase
Untuk disiarkan

PT. Transfood Melakukan PHK dan Merumahkan Hampir Seluruh Pekerjanya

Covid-19 telah menjadi bencana dan semua mengalami dampak, tak terkecuali para pekerja/buruh. Selain ancaman kesehatan, pekerja/buruh juga terancam secara ekonomi. Baik pemerintah maupun pengusaha belum menunjukkan itikad baik untuk menjamin hak-hak buruh di tengah bencana ini, PT. Transfood mengambil kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan merumahkan hampir seluruh pekerjanya.

Berdasarkan pengaduan yang disampaikan ke Komite Pusat Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (KP-SPBI), bahwa pada tanggal 31 Maret 2020, sejumlah pekerja mendatkan surat pemberitahuan perihal istirahat sementara waktu, adapun alasan yang disampaikan pihak perusahaan terkait situasi Covid-19, terhitung sejak tanggal 1 – 13 april 2020 disitirahatkan dan akan dipekerjakan kembali setelah menerima pemberitahuan, selama disistirahatkan pembayaran sisa upah bulan april 2020 diperhitungankan sampai dengan tanggal 31 Maret 2020, selama masa istirahat perusahaan tidak membayar upah bagi pekerja. Kemudian pada tanggal 13 April 2020 perusahaan memperpanjang waktu istirahat bagi pekerja, pada akhir april perusahaan menyampaikan bahwa pekerja yang diistirahatkan/dirumahkan akan di PHK.

Bawa pada tanggal 27 April 2020 perusahaan mengeluarkan internal memo yang intinya diklasifikasi dalam 3 bagian, pertama, untuk upah pekerja yang base UMP, Golongan SPE dan Staff mengunakan UMP 2019, a. status aktif, pembayaran 100%, b. Status dirumahkan, pembayaran 25% dari gaji pokok, c. Status Unpaid/Resign/Tidak diperpanjang kontraknya pembayaran 25% (proporsional sisa hari kerjanya), kedua Devisi Operasional jabatan AM, RM, OM dan GM, status aktif pembayaran antara 50% s/d 75% b. Status dirumahkan, pembayaran 25% dari Upah Pokok, c. Status Unpaid/Resign/Tidak diperpanjang kontraknya pembayaran 25% (proporsional sisa hari kerjanya), ketiga, Departemen support jabatan, asisten manajer, manajer dan general manajer status aktif pembayaran antara 50% s/d 75% b. Status dirumahkan, pembayaran 25% dari Upah Pokok, c. Status Unpaid/Resign/Tidak diperpanjang kontraknya pembayaran 25% (proporsional sisa hari kerjanya).

Berdasarkan pengaduan yang disampaikan para pekerja bahwa proses dirumahkanya pekerja hingga berujung pada PHK, terdapat dugaan pemaksaan dalam PHK yang dialami para pekerja sebagaiama keterangan yang disampaikan dalam form pengaduan jika tidak menandatangani perjanjian bersama tentang pengakhiran hubungan kerja perusahaan mengancam tidak akan menyerahkan ijazahnya. Selain hal tersebut rata-rata pekerja yang status nya dianggap PKWT, diputus masa kerjanya padahal sisa kontrak masih ada, tapi perusahaan tidak membayar sisa masa kontraknya, rata-rata upah yang diterima bervariasi selama bulan april mulai dari Rp. 60.000,- tertinggi Rp. 4.000.000,-, selain hal tersebut diatas Perusahaan juga melakukan pemotongan upah untuk BPJS sejak bulan Januari S/d Maret tetapi tidak dibayarkan iuranya ke BPJS.

Bahwa hingga press release ini disampaikan masih ada sejumlah pekerja yang belum menerima upahnya sesuai yang dijanjikan pada tanggal 26 April 2020, dalam hal ini perusahaan dan telah melebihi tenggat pengajian yang seharusnya diterima pekerja, adapun alasan yang disampaikan perusahaan melalui internal memo pada tanggal 30 April 2020 karna ada kesalahan rumus penghitungan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas kami melihat pertama bahwa tidakan perusahaan secara jelas telah melanggar ketentuan Undang-undang No 13 tahun 2003 pasal 35 ayat 3 Pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja. Jo pasal 93 huruf F pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak memperkerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;

Kedua bahwa tindakan pengusaha melanggar ketentuan PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, sebagaiama ditur dalam pasal 58 pengusaha dapat melakukan pemotongan upah pekerja/buruh untuk pembayaran ganti rugi, denda maupun uang muka upah. Dengan syarat telah diatur dalam peraturan persuahaan, perjanjian kerja atau perjanjian kerja bersama.

Ketiga, bahwa tindakan perusahaan yang memotong upah pekerja untuk iuran BPJS namun perusahaan tidak membayarkan iuran tersebut merupakan bentuk tindakan pidana sebagaiana diatur dalam ketentuan pasal 372 KUHP.

Untuk itu kami mendesak agar :

  1. Kementrian Ketenaga Kerjaan Cq Dirjen Pengawas menindak tegas PT. Transfood Indonesia yang melanggar ketentuan perlindungan upah sebagaimana diatur dalam UUK 13 Tahun 2003, yaitu kewajiban untuk membayar upah seluruh pekerja yang dirumahkan senilai 100% sebagaiamana upah yang diterima saat bekerja.

Surabaya, 03 April 2020

Sebarkan, Kawan !
Avatar photo
Komite Pusat SPBI

Komite Pusat Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI)