Aksi Massa Di Tengah Pandemi: SPBI Tetap Melawan!

”Sekelumit kisah Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia untuk menyemangati semua buruh dan gerakan akar rumput agar tetap berjuang dan melawan di tengah pandemi”

Pada tanggal 23 Juni 2020, Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) Serikat Buruh KFC melakukan aksi massa ke kantor Ombudsman Jawa Timur dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur (Disnakertrans Jatim).  Mengapa dalam situasi Pandemi Covid-19, buruh tetap saja melakukan aksi massa? Bukankah ini beresiko terhadap penularan virus Covid-19?

Seharusnya di tengah situasi Pandemi, negara harus lebih memperhatikan dan melindungi hak-hak buruh. Tapi, kenyataan yang terdapat di lapangan justru berbicara lain. SPBI telah menerima ribuan pengaduan dari kawan-kawan pekerja dari seluruh Indonesia tentang pelanggaran-pelanggaran hukum ketenagakerjaan yang dilakukan oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Menggunakan dalih pandemi Covid-19, banyak perusahaan memotong dan atau menunda pembayaran upah, merumahkan buruh dengan tanpa upah atau dengan mengganti upah berupa bahan-bahan sembako yang nilainya jauh di bawah upah yang seharusnya diterima pekerja, tidak membayar atau terlambat membayar Tunjangan Hari Raya Keagamaan (THR)  hingga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak. 

Bukan hanya pengusaha, trik licik memanfaatkan wabah juga dilakukan oleh para politisi. Memanfaatkan minimnya protes dari publik akibat wabah, para politisi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) ngotot mengesahkan dan melanjutkan pembahasan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berpolemik dan anti rakyat. Misalnnya, pengesahan Undang-Undang nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) beserta pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. 

Pelanggaran hukum ketenagakerjaan telah terjadi di PT. Fast Food Indonesia Tbk (KFC). Perusahan papan atas yang bergerak di bidang makanan dan restoran, pemegang hak tunggal waralaba merk KFC di Indonesia. Di halaman web perusahaan https://kfcku.com/, perusahaan ini melaporkan bahwa telah meraup pendapatan lebih dari 1 triliun  dan keuntungan miliaran rupiah pada periode tiga bulan pertama tahun 2020. 

Namun, melalui kesepakatan perusahaan dengan Serikat Pekerja FFI–memutuskan kebijakan yang sangat merugikan buruh. Antara lain, merumahkan sebagian pekerja dan memotong upahnya, menunda pembayaran Tunjangan Hari Raya(THR) dan bahkan tidak membayar upah lembur. Perlu diketahui bersama, Serikat Pekerja FFI adalah serikat pekerja dalam perusahaan KFC yang dilaporkan oleh pekerja KFC karena cenderung memihak perusahaan daripada kepada pekerja.

Para pekerja KFC yang tergabung dalam SPBI KFC melakukan protes dan mengadukan perkara ini kepada Pengawas Ketenagakerjaan. Tapi, Pengawas Ketenagakerjaan merespon pengaduan ini dengan sangat lamban. Bahkan Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur (Kadisnaker Jatim) dengan sangat berani mengeluarkan surat melampaui kewenangannya–menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran hukum di KFC. Surat tersebut muncul justru ketika Pengawas Ketenagakerjaan belum pernah melakukan pemeriksaan atas perkara ini.

Merespon itu, SPBI KFC menggelar protes dengan aksi massa pada 23 juni lalu. Aksi ini dikemas dengan unik karena dilakukan dengan bersepeda. Aksi bersepeda adalah bentuk aksi massa yang tidak lazim. Biasanya aksi buruh dilakukan dengan berjalan kaki, ataupun konvoi menggunakan sepeda motor. Namun, SPBI memilih aksi bersepeda, dengan menggunakan masker dan membawa handsanitizer. Hal ini mengindikasikan aksi massa ini berjalan sesuai protokol kesehatan menghadapi Covid-19, yaitu menjaga jarak dan kesehatan massa aksi.

Aksi ini menjadikan kantor Ombudsman Jawa Timur dan Dinas Disnakertrans Jatim sebagai tujuan utama. Di Ombudsman, SPBI KFC melaporkan Kadisnaker Jatim atas dugaan mal administrasi melalui suratnya yang melampaui kewenangannya dengan menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran hukum di KFC.

Apakah aksi massa SPBI berjalan semudah itu tanpa adanya halangan? Oh, tentu saja tidak. Awalnya, pihak kepolisian tidak bersedia mengeluarkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan  (STTP) atas surat pemberitahuan yang disampaikan SPBI. Bahkan pihak kepolisian menyampaikan secara lisan agar SPBI membatalkan aksi. SPBI tetap bergeming dengan sikapnya, memilih tetap melanjutkan aksi di tengah pandemi. SPBI berprinsip, “mengungkapkan pendapat di muka umum adalah hak warga negara  yang dijamin oleh konstitusi. Pandemi Covid-19 tidak bisa dijadikan dalih untuk mengurangi, mengabaikan, menghalangi atau bahkan menghapuskan hak tersebut. Atas sikap tegas SPBI, kepolisian akhirnya tidak berani melarang aksi massa. Bahkan kepolisian turut mengawal aksi ini hingga selesai. Memang demikianlah tugas kepolisian: mengawal jalannya aksi massa hingga semua tuntutan tersampaikan.

Melalui pengalaman kecil ini, SPBI menyerukan kepada seluruh serikat buruh dan gerakan sosial: Meskipun terdapat pandemi Covid-19, tetaplah melakukan aksi massa dalam bentuk apapun! Jangan  biarkan pandemi Covid-19 menghalangi perjuangan untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik.

Sebenarnya, SPBI bukanlah pionir dalam menyelenggarakan aksi massa di tengah pandemi Covid-19. Masih banyak aksi di luar Kota Surabaya, dan juga di luar Indonesia. Sebut saja aksi masif dan sempat menjadi trending dunia maya pada awal Juni, yaitu aksi #BlackLivesMatter dampak kematian George Floyd karena disiksa oknum polisi yang terjadi di Amerika Serikat dan menjalar ke berbagai benua, seperti Eropa. Terdapat pula aksi protes tenaga medis di Belgia yang membalikkan badan ketika Perdana Menteri Belgia, Sophie Wilmès mengunjungi rumah sakit Saint-Pierre di Brussels pada bulan Mei lalu. Aksi ini dilakukan karena tenaga medis kecewa terhadap penanganan COVID-19 di Belgia.

Demi keselamatan peserta aksi massa dan masyarakat umum, aksi massa di tengah pandemi Covid-19 harus diselenggarakan menggunakan protokol kesehatan ketat. Misalnya, massa aksi harus dalam keadaan sehat, memakai masker, melakukan physical distancing atau menjaga jarak, beserta membawa hand sanitizer sebagai pengganti air dan sabun untuk mencuci tangan.

Berikut ini kami berikan beberapa cara menyelenggarakan aksi di tengah Pandemi Covid 19:

  1. Pemberitahuan Kepolisian (Bukan Izin Aksi)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dan PERKAP (Peraturan Kapolri) Nomor 7 Tahun 2012 tentang tata cara penyelenggaraan pelayanan, pengamanan, dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum–Demonstrasi atau aksi massa adalah kategori kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum dan penyelenggaranya wajib membuat surat pemberitahuan 3 (tiga) kali 24 jam sebelum aksi massa dilaksanakan.

Masyarakat sering salah memahami bahwa pemberitahuan aksi sering disalahartikan  sebagai permohonan izin  kepada kepolisian. Padahal sebenarnya merupakan bentuk pemberitahuan kepada pihak kepolisian. Apabila semua syarat pemberitahun telah dipenuhi, maka kepolisian wajib mengeluarkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP), dan untuk selanjutnya kepolisian wajib memberikan pengawalan atas aksi ini.

  1. Memastikan Kesehatan Massa Aksi

Hal sederhana, namun wajib diperhatikan adalah kesehatan massa aksi. Kami melarang setiap anggota SPBI yang sedang sakit ataupun dalam kondisi tubuh tidak fit–misalnya badan panas, flu, pusing, badan pegal-pegal, dan lain-lain agar tidak mengikuti aksi terlebih dahulu. Selain untuk menjaga kesehatan massa aksi, hal ini bertujuan agar anggota SPBI yang sedang tidak sehat dapat beristirahat sampai kondisinya membaik, sehingga dapat kembali berjuang bersama.

  1. Membawa masker dan Hand sanitizer

Masker dan hand sanitizer adalah benda yang harus dibawa ke mana saja sejak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga memasuki masa new normal.  Selain untuk menjaga keselamatan diri sendiri, juga untuk menjaga keselamatan massa aksi. Masker bisa berfungsi untuk melindungi dari droplets atau berbagai bentuk cairan tubuh orang lain yang tidak ingin terkena oleh kulit wajah kita, sebut saja droplets bersin, air liur ataupun keringat orang lain.

  1. Melakukan jaga jarak

Menerapkan jaga jarak sewaktu aksi bersepeda ataupun ketika sedang menyampaikan tuntutan di depan lokasi tujuan. Hal ini bertujuan untuk melindungi massa aksi satu sama lain.

  1. Berbicara dan orasi seperlunya

Sekali lagi, karena pandemi Covid-19–secara terpaksa kegiatan orasi politik harus dikurangi dengan dipersingkat waktunya bagi masing-masing orator. Begitu juga yang dilakukan SPBI, kami membatasi setiap orator untuk berorasi selama tiga menit.

  1. Orasi menggunakan masker

Mungkin ini terdengar sedikit konyol, namun terpaksa dilakukan demi keamanan bersama–terlebih ketika melakukan aksi di tengah pandemi.

  1. Perundingan atau penyampaian tuntutan secara singkat tanpa melupakan substansi

Penyampaian tuntutan SPBI sebagian besar berbentuk berkas tertulis, bertujuan agar tidak ada satupun tuntutan yang terlewat. Kalau pun SPBI diharuskan berbicara, setiap perwakilan SPBI tetap menyampaikan secara singkat dan substansial dengan tempat duduk yang berjarak satu sama lain.

  1. Memperluas penyebaran informasi melalui media sosial

Penyebaran informasi melalui media sosial adalah hal yang wajib dilakukan oleh setiap gerakan akar rumput di dunia modern ini. Selain sebagai bukti otentik bahwa perjuangan dan perlawanan masih terus berlanjut, juga sebagai alat perjuangan agar menginspirasi semua gerakan akar rumput lainnya. Begitu juga yang dilakukan oleh SPBI pada aksi 23 Juni kemarin. Karena terdapat beberapa jurnalis media lokal dan nasional yang meliput aksi bersepeda tersebut. Dampaknya, akun Instagram SPBI KFC mengalami lonjakan followers pada hari pertama aksi, dan beberapa hari setelahnya. Buruh KFC Indonesia yang berada di daerah selain Jawa Timur juga turut menyampaikan dukungannya kepada rekan sejawat. Bahkan tidak sedikit buruh KFC yang tersebar di berbagai daerah Indonesia terang-terangan berkeinginan untuk menyelenggarakan aksi di kotanya masing-masing.

Aksi massa bukanlah satu-satunya cara bagi buruh dalam menjalankan agenda-agenda perjuangannya. Namun, aksi massa adalah alat utama untuk menyatukan kekuatan buruh. Oleh karena itu, sudah sepantasnya setiap buruh dan serikat buruh memahami kekuatan utamanya. Mulailah berserikat, pelajari segalanya, mengorganisir sebanyak-banyaknya, dan perjuangkan sekuat-kuatnya.

A Luta Continua (perjuangan terus berlanjut) !

Sampai kemenangan berada di tangan kelas buruh!

 

 

Sebarkan, Kawan !
Avatar photo
Komite Pusat SPBI

Komite Pusat Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI)